Kamis, 30 Juni 2016

Bila Ramadhan Bisa Bicara




Sudah memasuki fase akhir Ramadhan, orang-orang berbondong datangi masjid demi jalani kekhusyukan detik-detik terakhir ditinggal pergi

Sungguh, hanya hati orang-orang yang beriman yang sedih ketika Ramadhan akan pergi.
Lalu, apakah kita termasuk orng-orang yang sedih karena Ramadhan akan pergi atau bahkan kita pura-pura sedih? atau lebih mirisnya lagi, apakah kita sebenarnya hanya pura-pura rindu Ramadhan?

Jangan-jangan kita berbohong pada diri sendiri. Kita ingin sekali bertemu Ramadhan, namun kita tidak maksimal dalam menjalaninya. Jangan-jangan kita hanya berpura-pura rindu Ramadhan, rindu akan euforianya saja tanpa memperhatikan kualitas ibadah.

Lalu apakah kita rela, ketika Ramadhan pergi, amalan kita compang-camping?

Bila Ramadhan bisa bicara, ia akan berikan pesan-pesannya untuk kita, yang mungkin berpura-pura rindu padanya

"Hai orang-orang beriman, ku kan beri tujuh pesan kepada kalian selepas aku akan pergi"

Pesan Pertama:
Allah yang kalian sembah di bulan Ramadhan, sama dengan Allah yang kalian sembah selain bulan Ramadhan, Jangan hanya datangi Allah di bulan Ramadhan saja

Pesan Kedua:
Bila aku sudah pergi, jangan lupa kerjakan puasa sunnah. Kalian sudah aku latih 30 hari berpuasa

Pesan Ketiga:
Bila aku sudah pergi, jangan jadikan Al-Qur'an berdebu. Qur'an yang berdebu dan hanya dipajang tidak akan menyelamatkan kalian di akhirat

Pesan Keempat:
Kalau aku pergi, jangan tinggalkan shalat malam. Karena kalian sudan dilatih shalat malam selama Ramadhan

Pesan Kelima:
Jika aku pergi, jangan lupakan amalan-amalan yang kalian tanam saat Ramadhan untuk disiram kembali. Jangan hanya dibiarkan saja.

Pesan Keenam:
Untuk para wanita. Jika aku pergi, jangan dicopot lagi jilbabnya bila hati kalian sudah mantap.

Pesan Ketujuh:
Setelah aku pergi, maka janganlah kamu bersantai-santai. Jangan merasa amalanmu diterima begitu saja.

Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang berpura-pura rindu Ramadhan.


Sumber:
Resume Kajian I'tikaf Al-Mu'minun di Malam ke-25

(sebagai introspeksi diri sendiri)

Selasa, 28 Juni 2016

Konsekuensi

Konsekuensi dari mencintai adalah melepaskan.
Konsekuensi dari melepaskan adalah menunggu.
Konsekuensi dari menunggu adalah menanti penuh ketidakjelasan.

apa? ketidakjelasan?
iya, karena itulah hanya orang-orang yang sabar yang mampu menanti dalam ketidakjelasan dan ketidakpastian.

orang yang menunggu, banyak panjatkan doa, bila kelak apa yang dilepaskan akan kembali.

ada sebagian mereka yang terjebak ilusi perasaan mereka sendri, karena hati mereka penuh pengharapan yang tinggi.

ada sebagian mereka yang pasrah, sepasrah-pasrahnya melepaskan seluruh harapan dan perasaan terhadap Sang Pembolak-Balik Hati.
orang-orang yang seperti ini tak brarti tidak penuh harap. Ada secercah harapan di hatinya. Perasaan yang membucah.
Tapi mereka sadari, perasaan hanyalah perasaan, yang kemudian di salurkan di sepertiga malam. 
mereka salurkan diatas sajadah yang nantinya akan menguap ke langit dan tercatat disana.

benar kata orang bijak, doa yang terlantun dari dalam hati akan tercatat selamanya di langit.

Perasaan rindu, perasaan... ah entahlah. aku tak berani katakan itu perasaan cinta dan sayang, karena sejatinya perasaan cinta yang hakiki hanya ada pada ikatan halal.

Melepaskan, menunggu, menanti dengan penuh ketidakjelasan. Bila itu konsekuensinya, maka Allah akan berikan yang terbaik.