Kamis, 16 April 2015

Rindu Sepahit Kopi Hitam




Kamu tahu bagaimana kopi hitam itu?
Pekat, hitam, pahit..
Bahkan terkadang kau tak bisa melihat bayanganmu di permukaan kopi pahit itu

Begitulah rasa rindu
Iyaa
Rindu terasa pekat. kental. Kental akan perasaan perih. Tahukah kamu? bagaimana perih itu datang?
perih berkembang seraya diri dan hati ini harus memendam sendiri rasa rindu

Rindu itu akan menyayat hati dengan abadi jika rindu tak pernah bertemu obatnya
siapakah obatnya? Tak perlu ku jelaskan karena memang tak penting untuk disebutkan. Jika ku menyebutkannya maka tak menjami obatnya akan muncul di depan mata saat ini juga.

Rindu itu hitam. Iya, hitam Mengapa ku sebut hitam? karena  rindu datang diakibatkan dari banyaknya kenangan hitam. Apa itu kenangan hitam? kenangan yang tentunya menggoreskan hati. 
Mungkin banyak orang bilang rindu datang karena kenangan manis yang tak bisa diulang. Tapi aku berkesimpulan, rindu datang ketika hati ini kehilangan kepingannya. sama seperti puzzel yang satu bahkan lebih kepingannya hilang begitu saja.
Jadi tak salah bila ku katakan rindu hadir karena rasa kehilangan itu terus menerus dirasakan. Jangan salahkan aku jika ku berpendapat bahwa kehilangan merupakan salah satu bagian dari kenangan hitam.

Rindu itu pahit. Iyaaa sungguh pahit..
sebenarnya siapakah yang memubuat pahit? aku atau kamu?
Entahlah, mungkin rasa pahit ini aku yang membuatnya sendiri diluar nalar dan logika ku, mengadukkan rasa rindu itu dengan campuran sisa kepingann perasaan yang aku tak tau kapan usai.

Kadang pula di dalam rindu ini aku tak bisa melihat bayanganmu lagi karena sudah semakin hitam dan pekatnya rasa rindu ini. Bahkan aku hampir lupa wajahmu. Dapat disimpulkan bahwa aku tak berani lagi melihat foto-foto mu secara sengaja. Bahkan bertahun-tahun dapat kupastikan kita tak pernah lagi saling tatap. Sesekali tak sengaja ku lihat foto mu di sosial media. itu sudah cukup.

kamu tahu? lelahku tak berujung. Iyaa tak berujung.. 
sama seperti rindu ini yang terus menerus mengalir begitu saja dalam pipa waktu. 
sama seperti rindu ini yang terus menerus mengetuk pintu hatiku dari dalam, namun belum ada kuncinya, sehingga rindu ini masih terpenjarakan di dalam hati
sama seperti rindu ini yang terus menerus memancarkan radiasi ke seluruh perasaanku

Namun aku bisa apa?
Aku cuma bisa berdoa kelak rindu ini akan segera luruh dengan berkurangnya jarak kita berjalan menuju satu titik. Titik dimana rindu dan semua jarak akan luruh. Titik dimana semua yang dilarang akan menjadi halal.

Tapi apakah kamu orang itu? entahlah...
ku hanya bisa berharap semoga kamu yang jadi kunci pintu hatiku, kunci yang bisa mengeluarkan rindu di balik intu itu
ku hanya bisa bermimpi kamu yang bisa menghentikan aliran rindu dalam pipa waktu
ku hanya bisa berdoa supaya kamu yang jadi penangkal akan radiasi rindu itu..





Sesungguhnya Aku Tak Menyangka


ini tentang rindu seorang gadis kepada lawan jenis.
lawan jenis? ya tentu...
siapakah dia?
mengapa seorang gadis itu rindu padanya?
Gadis itu yakin bahwa lelaki itu juga rindu padanya

Siapa gadis itu? sebut saja Aku
Siapa lelaki itu? Sebut saja Papa

Jumat, 28 November 2014
Papa, tahukah engkau? hari itu hujan lebat. Bahkan aku terpenjara dirumah sendiri ketika keinginanku untuk pergi ke rumah sakit tempat dimana engkau menghembuskan nafas terakhir sangat menggebu

Papa, tahukah? ku tak pernah menyangka bahwa hari Kamis malam tanggal 27 November 2014 adalah hari terakhir aku menaiki motor berdua denganmu. Sungguh aku tak punya firasat apapun. Tapi tak biasanya malam itu engkau diam menundukkan kepalamu ketika menungguku di depan tempat fotocopy itu. Sepanjang jalan kau pun terdiam

Papa, sesungguhnya aku menyesal karena pada malam itu aku tak menghiraukan nasihatmu. Karena pada malam itu aku pulang malam untuk menuntaskan amanahku di kampus. Terpancar rasa khawatirmu karena anak gadismu ini terlalu sering pulang malam

Papa, sesungguhnya aku tak pernah berpikir bahwa liburan bersama keluarga kemarin di Lampung merupakan liburan terakhir denganmu.

Papa, sesungguhnya aku tak menyangka bahwa pada hari Selasa tanggal 25 November 2014 adalah hari terakhir engkau memberikanku uang sangu. Yaa itu, hari terakhir kau memberikanku uang jajan.

Papa, sesungguhnya aku tak pernah menyangka bahwa nasihatmu agar aku bisa mengendarai motor dengan lancara agar tak menyusahkan adik merupakan nasihat terakhir yang kau ucapkan dimalam sebelum kau menghembuskan nafas terakhir.

Papa, ku tau engkau sering sekali keluar kota. Bahkan aku tak menyangka bahwa Semarang adalah kota terakhir yang kau kunjungi. Kota dimana kau menjalankan tugasmu untuk mencari nafkah

Papa, aku tak menyangka kau akan meninggalkan aku saat aku belum wisuda. Padahal janjiku dalam hati agar lulus tepat waktu dan berfoto wisuda bersama mama, papa, dan adik-adik. Ah tapi apa daya, itu cuma janji yang belum sempat ku buktikan padamu.

Papa, sesuangguhnya aku tak menyangka......... kau secepat ini pergi.
Padahal belum sempat melihat aku berjuang pada skripsi, lulus dan memakai toga.