Kamis, 10 September 2015

(katanya) Tuhan Maha Romantis



Novel "Tuhan Maha Romantis" karya Azhar Nurun Ala



“Menjauh untuk menjaga."


Sampai pada baris tulisanku yang kesekian ini, aku masih belum bisa menerima konsep itu. Seperti konsep ‘rela menunggu untuk kebahagiaan’. Lagi-lagi, entahlah. Barangkali karena aku terlalu merindukanmu, hingga bahkan aku tak rela menunggu, terlebih lagi membuatmu menunggu.”

                                                     
-Azhar Nurun Ala dalam Ja(t)uh-


Mengawali coretanku malam ini dengan sebuah sajak dari bang Azhar Nurun Ala dalam karyanya yang berjudul ja(t)uh. Sajak ini cukup menggambarkan alur cerita pada karya bang Azhar selanjutnya yang berjudul Tuhan Maha Romantis.

Satu hal yang menarik pandanganku akan syair beliau, "Menjauh untuk menjaga". Tiap-tiap kita pernah merasakan perasaan yang fitrah, yaitu menyukai seseorang. Tapi tunggu, ku tuliskan ini bukan semata untuk curhat bergalau ria atau sekedar ber-roman picisan. Sekali lagi bukan.

Lebih baik menjauhi dia yang kita kagumi daripada timbul fitnah, sekalipun itu fitrah. Sekali lagi, aku tak menyalahkan mereka-mereka atas perasaan yang bisa kita sebut 'kagum', 'suka', atau 'cinta' sekalipun. apapun namanya, kita pasti pernah merasakan itu. 
Menjauh adalah bentuk penjagaan kita terhadap hal-hal yang akan mendekati zina. Menjauh berarti 'siap menunggu untuk berbagai konsekuensi', seperti apa yang diuliskan bang Azhar 'rela menungu untuk kebahagiaan'. 
Menunggu mungkin akan selalu berujung pada kebahagiaan, tapi merayakan kebahagian dengan seseorang yang kita inginkan hanyalah sebuah keinginan dan angan-angan kita, karena belum tentu itu keinginan Allah. Allah punya kendali atas kebahagian kita, tapi kita juga bisa ambil bagian dengan terus berdoa, memohon, dan tentunya memantaskan diri agar Allah berkenan serta ridho dengan pilihan kita kelak. Namun sekali lagi, pilihan kita belum tentu menjadi pilihan Allah untuk kita. Allah tahu yang terbaik. 
Sesungguhnya kita tak perlu sibuk atas urusanNya. Biarlah kita sibuk dengan diri sendiri, yaitu dengan berdoa dan memantaskan diri.

lalu, katanya Tuhan Maha Romantis? benarkah?
Aku yakin memang Allah Maha Romantis. Romantis kepada hamba-hambanya, yang selalu memberikan hadiah yang tak terduga untuk hambaNya yang sabar menanti dalam taat dalam rangka menghindari segala maksiat

Aku percaya Allah Maha Romantis. Allah selalu hadirkan romana-romansa ketenangan batin dan jiwa pada hambaNya yang bersyukur dan mau sabar menanti sembari memantaskan diri

Aku tahu Allah memang Maha Romantis. Allah akan memberikan hadiah di waktu yang tepat saat kita siap bertemu dia yang kita nantikan.

Aku juga ingat apa yang ditulis bang Azhar pada Novelnya yang berjudul Tuhan Maha Romantis
"Ketika ekspresi rindu adalah doa, tak ada cinta yang tak mulia"
tiap-tiap kita  mungkin pernah merasakan rindu. Tapi apalah arti rindu kalo kehadiran rindu menjadi ajang 'memaksakan' diri untuk merusak jalan skenario yang sudah Allah tulis. biarkan semua mengalir apa adanya. Tugas kita hanya memantaskan diri sebagai bagian dari ikhtiar dan berdoa.

ketika kamu rindu, maka sampaikanlah rindu itu ke dalam doa sampai menguap ke atas, yaitu hingga terdengar sampai langit ke-tujuh. Biar Allah merubah rindu itu menjadi sebuah pertemuan indah yang tak akan pernah kamu sangka

karena kamu hanya perlu percaya bahwa rencana Allah selalu lebih Romantis dari apa yang kamu harapkan.




















Senin, 07 September 2015

Menikmati Seonggok Bangkai dengan Sebilah Pedang




 Adakah sesuatu yang tak memiliki tulang, tetapi perlahan ia bisa membunuhmu? apa jawabmu?
jawabku adalah LIDAH

Lidah memang tak memiliki tulang, namun ia memiliki kebebasan untuk bergerak membentuk sebuah makna. Makna tersebut hidup dari sekumpulan kata dan membentuk kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat ini bisa bersifat tumpul bagai pisau yang tak pernah diasah atau bersifat tajam bagai pedang atau samurai yang bisa 'membunuh' seseorang. Pedang tersebut nantinya bisa menusuk dirimu sendiri, lalu mendorongmu ke neraka atau memusuk hati orang lain. Jadi, bisa ku tarik kesimpulan awal bahwa pedang yang ku maksud adalah lidah

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya ia mendengar Rasulullah Muhammad saw bersabda:
"Sesungguhnya seseorang hamba itu niscayalah berbicara dengan suatu perkataan yang tidak ia fikirkan (baik atau buruknya), maka dengan sebab perkataannya itu ia dapat tergelincir ke neraka yang jaraknya lebih jauh daripada jarak antara sudut timur dan sudut barat." (Muttafaq 'alaih)

Seringkali kita lupa memikirkan kembali kalimat apa yang pantas dikeluarkan. Banyak sekali bahaya yang diakibatkan lisan, seperti timbulnya fitnah, ghibah, adu domba, berdusta, dan lain sebagainya.
Namun, yang akan ku tuliskan disini adalah mengerucut kepada ghibah. 

Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).

Berdasarkan ayat dari surat cintaNya diatas, maka ghibah atau menggunjing disamakan dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati. Tentulah kita akan merasa muak dan jijik dengan hal ini. Bayangkan bila kita harus memakan daging mayit saudara sendiri. 
'pedang' yang kita miliki ini diibaratkan bisa membunuh saudara sendiri hingga menjadi seonggok bangkai yang siap kita nikmati.

lantas, mengapa Allah menyandingkan ghibah dengan dengan memakan daging saudara yang sudah mati?
ghibah atau menggunjing merupakan kegiatan membicarakan orang lain di belakangnya, tanpa diketahui orang yang kita bicarakan. lalu hubungannya dengan bangkai apa?
seperti yang kita tahu, bahwa sifat bangkai adalah tidak bernyawa, tidak dapat mendengar, tidak dapat membela diri ketika sedang dijelek-jelekan.
orang yang sedang kita bicarakan saat ghibah juga seperti itu, tidak dapat mendengar dan tidak dapat membela diri ketika sedang dijelek-jelekan dan diperbincangkan dibelakang.
Ghibah akan bisa mengoyak kehormatan orang lain, layaknya mengoyak kulit dari dagingnya saat memakai bangkai saudara sendiri

Itulah mengapa lidah bisa menjerumuskanmu ke neraka. 
so, masih mau ber-ghibah?